Nama : Aristya Fajrina Dimayanti
Kelas : 2PA08
Npm : 11512153
1. Konsep
Sehat
Konsep sehat dan kesehatan merupakan dua hal yang hampir
sama tapi berbeda. Konsep sehat menurut Parkins (1938) adalah suatu keadaan
seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dan berbagai faktor yang
berusaha mempengaruhinya. Sementara
menurut White (1977), sehat adalah suatu keadaan di mana seseorang pada waktu
diperiksa tidak mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat tanda-tanda suatu
penyakit dan kelainan. Menurut UU pokok kesehatan,
pengertian sehat adalah keadaan yang meliputi sehat badan (jasmani), rohani
(mental), dan sosial, serta bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan
kelemahan.
Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) pun mengembangkan definisi tentang sehat. Pada sebuah publikasi WHO
tahun 1957, konsep sehat didefenisikan sebagai suatu keadaan dan kualitas dari
organ tubuh yang berfungsi secara wajar dengan segala faktor keturunan dan
lingkungan yang dimiliki. Sementara konsep WHO tahun 1974, menyebutkan Sehat
adalah keadaan sempurna dari fisik, mental, sosial, tidak hanya bebas dari
penyakit atau kelemahan. Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam
musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan
“jasmaniah, ruhaniyah dan sosial” yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah
yang wajib disyukuri dengan mengamalkan tuntunan-Nya, dan memelihara serta
mengembangkannya.
Konsep
sehat berdasarkan beberapa dimensi yaitu sebagai berikut :
- Dimensi Emosi yaitu Diartikan sebagai kemampuan untuk mengenali emosi, seperti takut, kenikmatan, kedukaan dan kemarahan dan untuk mengekspresikan emosi-emosi itu secara tepat. Kesehatan emosional atau afektif.
- Dimensi Intelekual yaitu Dikatakan sehat secara intelektual yaitu jika seseorang memiliki kecerdasan dalam kategori yang baik mampu melihat realitas. Memilki nalar yang baik dalam memecahkan masalah atau mengambil keputusan.
- Dimensi Sosial yaitu kemampuan untuk membuat dan mempertahankan hubungan dengan orang lain.
- Dimensi Fisik yaitu Dikatakan sehat bila secara fisiologis (fisik) terlihat normal tidak cacat, tidak mudah sakit, tidak kekurangan sesuatu apapun.
- Dimensi Mental yaitu kemampuan berfikir dengan jernih dan koheren. Istilah ini dibedakan dari kesehatan emosional dan sosial, meskipun ada hubungan yang erat di antara ketiganya.
- Dimensi Spiritual yaitu kemampuan seseorang untuk segala hal yang berkaitan dengan Agama atau kepercayaan, bagaimana dia menjalankan perintah dan menjauhi larangannya. orang yang sehat secara spiritual adalah mereka yang memiliki suatu kondisi ketenangan jiwa dengan id mereka. Secara rohani dianggap sehat karena pikirannya jernih tidak melakukan atau bertindak hal-hal yang diluar batas kewajaran sehingga bisa berpikir rasional.
2. Sejarah
Perkembangan Kesehatan Mental
Ini merupakan suatu pembahasan yang sangat luas, karena perkembangan
kesehatan mental ini terjadi di seluruh dunia. Setelah
Perang Dunia II, perhatian masyarakat mengenai kesehatan jiwa semakin
bertambah. Kesehatan mental bukan suatu hal yang baru bagi peradaban manusia.
Pepatah Yunani tentang mens sana in confore sano merupakan
satu indikasi bahwa masyarakat di zaman sebelum masehi pun sudah memperhatikan
betapa pentingnya aspek kesehatan mental. Yang
tercatat dalam sejarah ilmu, khususnya di bidang kesehatan mental, kita dapat
memahami bahwa gangguan mental itu telah terjadi sejak awal peradaban manusia
dan sekaligus telah ada upaya-upaya mengatasinya sejalan dengan peradaban. Oleh karena itu saya akan membahasnya
secara singkat. Sejarah Kesehatan Mental merupakan suatu cerminan pemahaman
masyarakat tentang gangguan mental dan tindakan yang diberikan.
Ada beberapa pandangan masyarakat
terhadap gangguan mental di dunia barat :
1.
akibat kekuatan supranatural
2.
dirasuki oleh roh/setan
3.
dianggap kriminal karena memiliki derajat
kebinatangan yang besar
4. dianggap memilaiki cara berpikir irrasional.
5.
dianggap sakit
6.
merupakan reaksi terhadap tekanan atau stress
maladaptive
7.
melarikan diri dari tanggung jawab
Untuk lebih lanjutnya, berikut dikemukakan secara singkat tentang sejarah
perkembangan kesehatan mental.
Zaman Prasejarah
Seperti apakah penyakit mental yang
dialami pada zaman purba? Ada suatu spekulasi bahwa beberapa gejala penyakit
mental saat ini sama dan sangat mirip dengan yang ada pada saat itu. Pada
zamannya, manusia purba sering mengalami gangguan-gangguan baik mental maupun
fisik seperti infeksi arthritis, penyakit pernapasan dan usus. Tetapi penyakit
mental pada saat itu benar benar ditangani cara pandang mereka adalah
merawatnya sama seperti penyakit fisik, karena berfikir bahwa mental dan
fisik disebabkan oleh penyebab yang sama, yakni roh-roh jahat, halilintar atau
mantera-mantera musuh. Jadi tindakan perawatan yang diberikan untuk penyakit
baik mental maupun fisik adalah seperti menggosok, menjilat, menghisap,
memotong dan membalut.
Peradaban-peradaban Awal
Dalam
peradaban yang dikenal di Mesir, Mesopotamia, India, Cina dan lainnya sepanjang
zaman kuno (dari 5000 SM sampai 500 tahun M), penyakit mental mulai menjadi hal
umum. Di Mesopotamia, penyakit mental dihubungkan dengan roh atau setan dan
perawatannya dilakukan dengan upacara-upacara agama dan magis agar setan keluar
dari tubuh si pasien. Sedangkan di Mesir, ilmu kedokteran agak lebih maju dan
rasional. Contohnya seperti yang otak digambarkan untuk pertama kalinya dan
diketahui juga peranannya dalam proses mental, dan disana juga dikembangkan
terapi untuk pasien berupa rekreasi dan pekerjaan, serta diterapkan juga
psikoterapi untuk mengobati penyakit mental. Sedangkan di Yahudi, penyakit
mental diartikan sebagai suatu hukuman dari Tuhan dan hanya diobati dengan
bertaubat.
·
Phytagoras (orang yang pertama memberi
penjelasan alamiah terhadap penyakit mental).
·
Hypocrates (Ia berpendapat penyakit /
gangguan otak adalah penyebab penyakit mental).
· Plato (gangguan mental sebagian gangguan
moral, gangguan fisik dan sebagiaan lagi dari dewa-dewa).
Abad
Pertengahan ( Abad Gelap)
Pada
abad pertengahan, gangguan mental tidak dianggap sebagai penyakit. Banyak
kebiasaan yang telah dilakukan dalam ilmu kedokteran sebelumnya tidak
dilanjutkan, dan hal yang lebih buruk seperti takhayul dan ilmu tentang setan
malah dihidupkan kembali. Exorcisme pada abad ini digunakan sebagai perawatan
orang yang mengalami gangguan mental. Yaitu dengan menggunakan mantra- mantra
dan jimat-jimat.pada tahun 1600an (dan sebelumnya) : Orang
yang sakit secara mental dahulu kala dianggap sebagai “orang yang
kesurupan” yang mengalami gangguan mental dimasuki oleh roh-roh. Maka
dari itu penyembuhannyapun juga melalui healer, shaman atau penyembuh yang
lebih dikenal dengan istilah dukun.
Zaman Renaisans
Saat
para pasien sakit mental tenggelam dalam dunia takhayul, zaman ini tepatnya
digambarkan sebagai “terang dalam kegelapan”. Di Switzerland, mengakui penyebab
rasional penyakit mental dan menolak adanya kaitan dengan demonology. Di
Prancis, lebih menggunakan pendekatan yang manusia terhadapa para pasien sakit
mental,menganggap bahwa penyakit mental tidak berbeda dengan penyakit
fisik.Tahun 1724: Pendeta Cotton Mather menjelaskan masalah
kejiwaan yang menyebabkan gangguan yang terjadi di dalam tubuh sekaligus
mematahkan takhayul yang berkembang selama ini.
Abad XVII – Abad XX
Pada
abad ini masih merupakan proses peralihan dan pendekatan demonologis ke
pendekatan ilmiah terhadap penyakit mental karena memang tidak terjadi dalam
waktu yang singkat. Tahun 1812: Benjamin Rush menjadi orang
pertama yang mencoba menangani penyakit mental secara manusiawi. Llu itu di
Inggris, muncul optimisme dalam menangani pasien sakit jiwa dengan perkembangan
teori dan teknik untuk menangani orang sakit jiwa ini di rumah sakit. walaupun
dalam prakteknya sering mengalami kegagalan sehingga lambat laun-pun muncul
masa terapi pesimisme. Dan pada tahun 1950 diteruskan untuk melanjutkan
mendidik publik Amerika pada isu-isu kesehatan mental dan mempromosikan
kesadaran akan kesehatan mental.
Psikiatri
Pada tahun 1900- an,
gangguan mental dianggap sebagai bukan penyakit. Dilakukannya usaha untuk
menolong para pasien sakit mental tetapi akhir abad itu dokter-dokter belum menemukan
penyebab atau pencegahan, penyembuhan, atau perawatan yang efektif terhadap
penyakit mental meskipun mereka telah mengklasifikasikan beribu-ribu macam
kekalutan mental. Selama abad ke-19 perkembangan dalam kesehatan mental terjadi
pada 4 bidang umum: perlakuan terhadap pasien sakit mental yang lebih
manusiawi dan rasional oleh masyarakat, langkah-langkah untuk memperbaiki
lembaga untuk penyakit mental, perhatian para penulis besar dan filsuf yang
berpengaruh terhadap psikologi dan tingkah laku manusia, dan suatu sistem
klasifikasi yang komprehensif bagi kekalutan mental. Tahun 1952: Obat
antipsikotik konvensional pertama, chlorpromazine diperkenalkan untuk pertama
kalinya dan digunakan untuk menangani pasien skizofrenia dan gangguan mental
utama lainnya. Tahun 1979: NAMH menjadi the National Mental Health Association
(NAMH).
3. Teori
Kepribadian Sehat Menurut:
·
Aliran
Psikoanalisa
Psikoanalisis
adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para
pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Aliran
psikoanalisa melihat manusia dari sisi negatif, alam bawah sadar (id, ego,
super ego), mimpi dan masa lalu.
Kepribadian Sehat Psikoanalisa:
- Menurut freud kepribadian yang sehat yaitu jika individu bergerak menurut pola perkembangan yang ilmiah.
- Kemampuan dalam mengatasi tekanan dan kecemasan, dengan belajar.
- Mental yang sehat ialah seimbangnya fungsi dari superego terhadap id dan ego.
- Tidak mengalami gangguan dan penyimpangan pada mentalnya.
- Dapat menyesuaikan keadaan dengan berbagai dorongan dan keinginan
Pandangan kaum psikoanalisa, hanya memberi
kepada kita sisi yang sakit atau kurang, ‘sisi yang pincang’ dari kodrat
manusia, karna hanya berpusat pada tingkah laku yang neuritis dan psikotis.
Jadi, aliran ini memberi gambaran pesimis tentang kodrat manusia, dan manusia
dianggap sebagai korban dari tekanan-tekanan biologis dan konflik masa
kanak-kanak.
·
Aliran
Behavioristik
Teori Behaviorisme sendiri pertama kali
diperkenalkan oleh John B. Watson (1879-1958). Behaviorisme juga disebut
psikologi S – R (stimulus dan respon). Behaviorisme menolak bahwa pikiran
merupakan subjek psikologi dan bersikeras bahwa psikologi memiliki batas pada
studi tentang perilaku dari kegiatan-kegiatan manusia dan binatang yang dapat
diamati. Aliran behaviorisme memperlakukan manusia sebagai mesin, yaitu
di dalam suatu system kompleks yang bertingkah laku menurut cara-cara yang
sesuai dengan hukum.
Aliran behaviorisme memiliki 3 ciri penting:
- Menekankan pada respon-respon yang dikondisikan sebagai elemen pada perilaku.
- Menekankan pada perilaku yang dipelajari dari pada perilaku yang tidak dipelajari. Behaviorisme menolak kecenderungan pada perilaku yang bersifat bawaan.
- Memfokuskan pada perilaku binatang. Menurutnya, tidak ada perbedaan alami antara perilaku manusia dan perilaku binatang. Kita dapat belajar banyak tentang perilaku diri kita dari studi tentang apa yang dilakuka binatang. Menurut penganut aliran ini perilaku selalu dimulai dengan adanya suatu rangsangan yaitu adanya berupa stimulus dan diikuti beberapa reaksi berupa respon terhadap rangsangan itu.
Kepribadian yang sehat menurut behavioristik:
- Memberikan respon terhadap faktor dari luar seperti orang lain dan lingkungannya.
- Bersifat sistematis dan bertindak dengan dipengaruhi oleh pengalaman.
- Sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, karena manusia tidak memiliki sikap dengan bawaan sendiri.
- Menekankan pada tingkah laku yang dapat diamati dan menggunakan metode yang obyektif.
·
Aliran
Humanistik
Aliran ini berkembang pada tahun 1950.
Humanistik merasa tidak puas dengan behaviori maupun dengan aliran
psikoanalisis. Aliran humanistik ini mengarahkan perhatiannya pada humanisasi
yang menekankan keunikan manusia. Psikologi Humanistik manusia adalah makhluk
kreatif, yang di kendalikan oleh nilai-nilai dan pada pilihan-pilihan sendiri
bukan pada kekuatan-kekuatan ketidaksadaran. Aliran humanistik memberi tekanan
pada kualitas-kualitas yang membedakan menusia dengan binatang, yaitu kebebasan
untuk memilih (freedom for choice) dan kemampuan untuk mengarahkan pekembangannya
sendiri (self-direction). Banyak ahli menyebut teori tersebut sebagai
“self-theorities” karena teori-teori tersebut membahas pengalaman-pengalaman
batin, pribadi, yang berpengaruh terhadap proses pendewasaan diri seseorang,
dan pertumbuhan itu diarahkan pada aktualisasi diri.
Kepribadian yang sehat menurut humanistik
perilaku yang mengarah pada aktualisasi diri:
1)
Menjalani
hidup seperti anak, dengan penerapan dan konsentrasi penuh.
2)
Mencoba
hal-hal baru ketimbang bertahan pada cara-cara yang aman dan tidak berbahaya.
3) Lebih memperhatikan
perasaan diri dalam mengevaluasi oengalaman ketimbang suara tradisi, otoritas,
atau mayaoritas.
4)
Memikul
tanggung jawab.
5)
Bekerja
keras untuk apa saja yang dilakukan.
Sumber :
Schultz, Duane. (1991). Psikologi
Pertumbuhan Model-model Kepribadian Sehat. Yogyakarta: Kanisius.
Puspitawati, I. Dwi Riyanti, Hendro Prabowo. (1996). Seri Diktat Kuliah Psikologi Umum I. Jakarta: Gunadarma.
http://psyche2nest.wordpress.com/2012/04/26/teori-kepribadian-sehat/
http://mlymutz.blogspot.com/2009/10/kesehatan-mental-teori-kepribadian.html
http://mlymutz.blogspot.com/2009/10/kesehatan-mental-teori-kepribadian.html